Urban Heat Island (UHI)

Monday, April 25, 2016

            Selama 3 dekade terakhir, urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia berlangsung secara cepat dan terus berlanjut (Setiawan, 2006). Sebagian besar ekspansi perkotaan tersebut terjadi di Pulau Jawa karena merupakan pulau terpadat dengan 59% dari polulasi di Indonesia (Hugo, 2000) dalam (Setiawan, 2006). Studi menunjukkan urbanisasi berdampak negatif terhadap lingkungan terutama pada produksi polusi, modifikasi sifat fisik dan kimia atmosfer, yang juga diketahui dan didokumentasikan bahwa urbanisasi dapat memiliki efek yang signifikan pada cuaca lokal dan iklim (Landsberg, 1981). Salah satu efek yang ditimbulkan adalah urban heat island. Gambar dibawah menampilkan ilustrasi Urban Heat Island.
Gambar Ilustrasi Urban Heat Island
Sumber:  www.toughroof.com dengan modifikasi

Urban heat island merupakan isoterm tertutup yang menunjukkan daerah permukaan yang relatif hangat, yakni sebagai suhu yang lebih hangat di daerah perkotaan dibandingkan dengan lingkungan pedesaan disekitarnya (United States Environmental Protection Agency, 2008). Dengan perkembangan masyarakat dan percepatan proses urbanisasi sebagai dampak dari pembangunan, urban heat island telah menjadi lebih signifikan dan telah memiliki dampak negatif pada kondisi kualitas udara, lingkungan hidup manusia, dan mempengaruhi penggunaan energi, hingga perubahan iklim di masa yang akan datang (Chen, et al., 2009; Tursilowati, 2007; Zong-Ci, et al., 2013).
            Kajian mengenai pulau pans sangat penting, karena pulau panas sangat mempengaruhi kondisi kualitas udara, mempengaruhi kesehatan manusia, dan mempengaruhi penggunaan energi. Peningkatan pulau panas juga merupakan salah satu faktor perubahan iklim global (US Environment Protection Energy, 2001).
            Seperti yang telah disebutkan diatas, pulau panas perkotaan atau urban heat island merupakan suatu fenomena atau kejadian peningkatan suhu udara 3-100C dari daerah disekitarnya. 

Perbedaan suhu permukaan
Sumber: toughroof.com
Selain suhu permukaan, UHI juga memberikan dampak terhadap kualitas udara. Baumann (2001) menggambarkan perbedaan iklim mikro yang telah termodifikasi karena perubahan tataguna lahan dan pulau panas di sekitar Washington DC. 


PENGUKURAN SUDUT TELITI METODA SCHREIBER

Metoda Schreiber, ditujukan untuk pengukuran sudut dengan banyak arah/jurusan target > 2, dengan pengukuran tidak sepenuh lingkaran.Seluruh titik target, diberi bobot jurusan yang sama, sehingga titik tersebut harus pada tingkat ketelitian (orde) yang sama pula. 
Pengukuran sudut dengan ketelitian tinggi, bertujuan untuk mendapat posisi titik target dengan ketelitian dan akuraasi tinggi.

Dalam meningkatkan ketelitian pengukuran sudut, digunakan metoda-metoda tertentu yang dapat mengurangi pengaruh kesalahan :

Ø  Sistematik alat
Ø  Kesalahan orang (pengukur) = human error.

Ø  Perubahan keadaan alam, terutama atmosfit.
Dalam pengadaan kerangka dasar teliti, di mana akurasi dan ketelitian setiap titik tersebut menjadi acauan bagi seluruh titik sekelilingnya, maka dalam pengukuran titik kerangka tersebut, diperlukan ketelitian tinggi.

Setiap pengadaan kerangka dasar pemetaan, secara teoritis, harus direncanakan :

Ø  Sebaran titik kerangka
Ø  Bentuk geometrik kerangka (jaring)
Ø  Metoda pengukuran yang akan diterapkan
Ø  Metoda hitung perataan (adjustment) yang akan diterapkan,
Ø  Dll.

Seperti telah diketahui, bahwa hitung perataan yang banyak diterapkan, pada dasarnya adalah metoda bersyarat dan parameter.  Kedua metoda ini, memiliki syarat yang berbeda, yang dapat mempengaruhi pengukuran dan metoda pengukuran. Hal ini, sangat besar pengaruhnya pada pengukuran sudut.
Pengukuran jarak kerangka dasar,  sudah tidak terlalu menjadi problem akibat kemajuan teknologi.  Tetap harus dijadikan perhatian dalam hitung perataan adalah “kesetaraan”  ukuran jarak dan sudut.  Pensetaraan tersebut, dinyatakan dalam perencanaan jaring kerangka.

Menjadi perhatian utama setiap metoda pengukuran sudut teliti, adalah kesalahan “pembagian skala” yang mungkin tidak tetap dan penyusutan gerak mekanik yang tidak sama/seragam.  Untuk itu, digunakan metoda  banyak seri-ganda.

Metoda Schreiber, merupakan metoda pengukuran sudut teliti dengan tujuan membuat bobot jurusan ke target yang sama.  Oleh karena itu, banyak jurusan/target, akan menentukan banyaknya sudut yang diukur.

Dasar utama metoda Schreiber adalah :



di mana :
J  =  banyak arah/jurusan bidikan
S  =  banyak seri pengamatan

Nilai  S  dihitung dari pendekatan di atas. 
Contoh : untuk  4 arah bidikan   (J = 4), maka :
 pengukuran harus dilakukan dengan  6 seri pengamatan (S = 6).

Sudut yang diukur (obyek) :

















Gambar sudut ukuran metoda schreiber


 Setting Bacaan Awal
Bacaan sudut dengan target titik tertentu, merupakan  masalah yang cukup unik dalam metoda ini.  Untuk itu, sebelum dilakukan suatu pengukuran, harus terlebih dahulu dibuat “program” pengukuran berupa bacaan sudut untuk setiap awal pengukuran sudut.

Bentuk dan pembuatan program ini, dapat dilihat pada Appendix

Perataan  Stasion 
Data hasil pengukuran, tidak dapat langsung digunakan untuk hitungan berikutnya.  Terdapat tahapan awal hitungan (pra-pengolahan) yang bertujuan untuk menyatakan data terbaik dari ukuran tersebut, melalui perataan. 
Mengingat hitung perataan tersebut hanya berlaku di satu titik pengamatan, maka dikenal dengan perataan stasion.

1. Pengukuran  Sudut :

A.  Sudut Pertama :

1.   Pasang target pada titik-titik target
2.   Pasang theodolit dan atur untuk siap pakai
3.   Siapkan “pendukung’ pengukuran (seperti penempatan payung, tabel bacaan awal, dsb.)
4.   Bidik titik target pertama (titik A pada Gambar 4-1).
5.   Set bacaan sudut horizontal awal (sesuai program) . Awal pengukuran = 0o 00’ 00”. (Cara setting, lihat Appendix)
6.   Putarkan searah jarum jam ke arah titik kedua (titik B).
( putaran theodolit, baik horizontal atau vertikal selalu searah, untuk mengurangi   kesalahan susutnya gigi mekanik ).
7.   Baca skala sudut horizontal, dengan pendekatan koinsidensi dari 2 arah, sebagai nonius I dan II.
(lihat Appendix)
8.   Hitung bacaan sudut rata-rata (dari nonius I dan II)
9.   Putarkan teropong dan alat ke keadaan teropong LB
10.    Bidik kembali titik B
11.    Baca skala sudut dengan nonius I dan II
12.    Putar theodolit searah jarum jam dan bidik titik A
13.    Baca skala sudut dengan nonius I dan II
14.    Check hasil ukuran sudut  B & LB
Bila perbedaan sudut toleransi,  ulangi langkah 6 s/d 13.
15.    Periksa kembali bidikan titik A.
16.    Set bacaan dengan bacaan awal seri-ganda 2  (dengan beda I )
17.    Ukur sudut yang sama (langkah 6 s/d 14)
18.    Lakukan berulang, sehingga semua seri-ganda selesai.

B.  Sudut Kedua :

19.    Lakukan langkah 4, 5 . Set bacaan sudut pada  i    (sesuai progam)
20.    Bidik target ke tiga (titik C)
21.    Ukur sudut kedua sebanyak seri-ganda yang dimaksud

C.  Sudut Ketiga  dan seterusnya  (bidikan awal tetap) :

22.    Lakukan pengukuran semua sudut dengan bidikan titik A sampai selesai

D.  Sudut Pertama (bidikan awal titik kedua) :

23.    Lakukan pengukuran sudut dengan cara yang sama dengan di atas, dengan bidikan awal titik kedua.  Besar setting bacaan awal (berbeda dengan pertama dan sesuaikan dengan program pengukuran).
          24.   Lakukan dengan langkah serupa sampai seluruh sudut terukur